1.
Audit atau
pemeriksaan dalam arti luas bermakna evaluasi terhadap suatu organisasi,
sistem, proses, atau produk. Audit dilaksanakan oleh pihak yang kompeten,
objektif, dan tidak memihak, yang disebut auditor.
2.
Teknologi
adalah keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi
kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia. Penggunaan teknologi oleh manusia
diawali dengan pengubahan sumber daya alam menjadi alat-alat sederhana.
3.
Sistem
Informasi (SI) adalah kombinasi dari teknologi informasi dan aktivitas
orang yang menggunakan teknologi itu untuk mendukung operasi dan manajemen.
4.
Audit
teknologi informasi (Inggris: information technology (IT) audit atau
information systems (IS) audit) adalah bentuk pengawasan dan pengendalian
dari infrastruktur teknologi informasi secara menyeluruh. Audit teknologi
informasi ini dapat berjalan bersama-sama dengan audit finansial dan audit
internal, atau dengan kegiatan pengawasan dan evaluasi lain yang sejenis. Pada
mulanya istilah ini dikenal dengan audit pemrosesan data elektronik, dan sekarang
audit teknologi informasi secara umum merupakan proses pengumpulan dan evaluasi
dari semua kegiatan sistem informasi dalam perusahaan itu. Istilah lain dari
audit teknologi informasi adalah audit komputer yang banyak dipakai untuk
menentukan apakah aset sistem informasi perusahaan itu telah bekerja secara
efektif, dan integratif dalam mencapai target organisasinya.
ERA
TEKNOLOGI INFORMASI
Kemajuan teknologi digital yang dipadu
dengan telekomunikasi telah membawa komputer memasuki masa-masa “revolusi”-nya.
Di awal tahun 1970-an, teknologi PC atau Personal Computer mulai diperkenalkan
sebagai alternatif pengganti mini computer.
Dengan seperangkat komputer yang dapat
ditaruh di meja kerja (desktop), seorang manajer atau teknisi dapat memperoleh
data atau informasi yang telah diolah oleh komputer (dengan kecepatan yang
hampir sama dengan kecepatan mini computer, bahkan mainframe).
Kegunaan komputer di perusahaan tidak hanya
untuk meningkatkan efisiensi, namun lebih jauh untuk mendukung terjadinya
proses kerja yang lebih efektif.
Tidak seperti halnya pada era komputerisasi
dimana komputer hanya menjadi “milik pribadi” Divisi EDP (Electronic Data
Processing) pada suatu perusahaan, di era kedua ini setiap individu di
organisasi dapat memanfaatkan kecanggihan komputer, seperti untuk mengolah
database, spreadsheet, maupun data processing (end-user computing).
Pemakaian komputer di kalangan perusahaan
semakin marak, terutama didukung dengan alam kompetisi yang telah berubah dari
monompoli menjadi pasar bebas. Secara tidak langsung, perusahaan yang telah
memanfaatkan teknologi komputer sangat efisien dan efektif dibandingkan
perusahaan yang sebagian prosesnya masih dikelola secara manual.
Pada era inilah komputer memasuki babak
barunya, yaitu sebagai suatu fasilitas yang dapat memberikan keuntungan
kompetitif bagi perusahaan, terutama yang bergerak di bidang pelayanan atau
jasa.
Teori-teori manajemen organisasi modern
secara intensif mulai diperkenalkan di awal tahun 1980-an. Salah satu teori
yang paling banyak dipelajari dan diterapkan adalah mengenai manajemen
perubahan (change management).
Hampir di semua kerangka teori manajemen
perubahan ditekankan pentingnya teknologi informasi sebagai salah satu komponen
utama yang harus diperhatikan oleh perusahaan yang ingin menang dalam
persaingan bisnis.
Tidak seperti pada kedua era sebelumnya
yang lebih menekankan pada unsur teknologi, pada era manajemen perubahan ini
yang lebih ditekankan adalah sistem informasi, dimana komputer dan teknologi
informasi merupakan komponen dari sistem tersebut.
Kunci dari keberhasilan perusahaan di era
tahun 1980-an ini adalah penciptaan dan penguasaan informasi secara cepat dan
akurat. Informasi di dalam perusahaan dianalogikan sebagai darah dalam
peredaran darah manusia yang harus selalu mengalir dengan teratur, cepat,
terus-menerus, ke tempat-tempat yang membutuhkannya (strategis).
Ditekankan oleh beberapa ahli manajemen,
bahwa perusahaan yang menguasai informasilah yang memiliki keunggulan
kompetitif di dalam lingkungan makro “regulated free market”.
Di dalam periode ini, perubahan secara
filosofis dari perusahaan tradisional ke perusahaan modern terletak pada
bagaimana manajemen melihat kunci kinerja perusahaan. Organisasi tradisional
melihat struktur perusahaan sebagai kunci utama pengukuran kinerja, sehingga
semuanya diukur secara hirarkis berdasarkan divisi-divisi atau departemen.
Dalam teori organisasi modern, dimana
persaingan bebas telah menyebabkan customers harus pandai-pandai memilih produk
yang beragam di pasaran, proses penciptaan produk atau pelayanan (pemberian
jasa) kepada pelanggan merupakan kunci utama kinerja perusahaan.
Keadaan ini sering diasosiasikan dengan
istilah-istilah manajemen seperti “market driven” atau “customer base company”
yang pada intinya sama, yaitu kinerja perusahaan akan dinilai dari kepuasan
para pelanggannya.
Sangat jelas dalam format kompetisi yang
baru ini, peranan komputer dan teknologi informasi, yang digabungkan dengan
komponen lain seperti proses, prosedur, struktur organisasi, SDM, budaya
perusahaan, manajemen, dan komponen terkait lainnya, dalam membentuk sistem
informasi yang baik, merupakan salah satu kunci keberhasilan perusahaan secara
strategis.
Tidak dapat disangkal lagi bahwa kepuasan
pelanggan terletak pada kualitas pelayanan. Pada dasarnya, seorang pelanggan
dalam memilih produk atau jasa yang dibutuhkannya, akan mencari perusahaan yang
menjual produk atau jasa tersebut: cheaper (lebih murah), better (lebih baik),
dan faster (lebih cepat).
Disinilah peranan sistem informasi sebagai
komponen utama dalam memberikan keunggulan kompetitif perusahaan. Oleh karena
itu, kunci dari kinerja perusahaan adalah pada proses yang terjadi baik di
dalam perusahaan (back office) maupun yang langsung bersinggungan dengan
pelanggan (front office).
Dengan memfokuskan diri pada penciptaan
proses (business process) yang efisien, efektif, dan terkontrol dengan baiklah
sebuah perusahaan akan memiliki kinerja yang handal.
Tidak heran bahwa di era tahun 1980-anPerkembangan
Pengauditan di Indonesia
Perkembangan
Auditorsi di Indonesia
Profesi Auditorsi di Indonesia masih tergolong
baru. Pada masa penjajahan Belanda, jumlah perusahaan di Indonesia belum begitu
banyak, sehingga Auditorsi dengan sendirinya hampir tidak dikenal.
Perusahaan-perusahaan milik Belanda yang beroperasi di Indonesia pada waktu
itu, mengikuti model pembukuan seperti yang berlaku di negaranya. Situasi
seperti itu berlangsung hingga Indonesia merdeka. Auditorsi baru mulai dikenal
di Indonesia setelah tahun 1950-an, yaitu ketika semakin banyak perusahaan
didirikan dan Auditorsi sistem Amerika mulai dikenal, terutama melalui pendidikan
di perguruan tinggi.
Perkembangan Auditorsi di Indonesia terjadi pada tahun 1973, yaitu
ketika Ikatan Auditor Indonesia (IAI) menetapkan Prinsip-prinsip Auditorsi
Indonesia (PAI) dan Norma Pemeriksaan Auditor (NPA). Selain itu perkembangan yang
terjadi dalam dunia perbankan sejak tahun 1988 semakin menuntut dilakukannya
audit atas laporan keuangan bagi perusahaan-perusahaan yang akan mengajukan
permohonan kredit ke bank. Pada tahun 1995 lahir Undang-undang Perseroan
Terbatas yang mewajibkan suatu perseroan terbatas menyusun laporan keuangan dan
jika perseroan merupakan perusahaan publik, maka laporan keuangannya wajib
diaudit oleh Auditor publik. Pada tahun yang sama Undang – Undang Pasar modal
pun lahir juga.
Seiring perkembangan perusahaan di Indonesia, IAI telah banyak melakukan
penyempurnaan peraturan yang berlaku di Indonesia. Yang mana Indonesia saat itu
berkibalat pada peraturan yang dibuat oleh Amerika Serikat. Pada tahun 1994 IAI
melakukan penyusunan ulang prinsip Auditorsi dan standar audit yang disebut
Standar Auditorsi Keuangan (SAK) dan Standar Profesional Auditor Publik (SPAP).
Sejalan dengan itu Dewan Standar Auditorsi yang dibentuk IAI secara terus
menerus menerbitkan Pernyataan Standar Auditorsi Keuangan (PSAK.
Seperti terjadi di Amerika Serikat seratus tahun lalu, fungsi
pengauditan di Indonesia memasuki abad ke-21 ini masih belum dipahami
masyarakat. Banyak kesalahpahaman yang terjadi atas laporan auditor, karena
fungsi audit tidak dipahami dengan benar. Maka dari itu Pemerintah mulai
memperkenalakan Auditorsi mulai dari SMA dan pengenalan Audit dilakukan di
Perguruan Tinggi. sampai dengan awal tahun 1990-an terlihat banyak sekali perusahaan
yang melakukan BPR (BusinessProcess Reengineering), re-strukturisasi,
implementasi ISO-9000, implementasi TQM, instalasi dan pemakaian sistem
informasi korporat (SAP, Oracle, BAAN), dan lain sebagainya. Utilisasi
teknologi informasi terlihat sangat mendominasi dalam setiap program manajemen
perubahan yang dilakukan perusahaan-perusahaan.
Software
akuntansi berbasis DOS
Hingga saat ini, banyak
perusahaan yang yang masih menggunakan software akuntansi yang menggunakan
sistem operasi DOS karena perusahaan enggan untuk mengeluarkan biaya lebih
untuk membeli lisensi dari software-software akuntansi terbaru atau perusahaan
enggan untuk beralih ke software akuntansi baru karena sudah merasa cukup
dengan software akuntansi yang saat ini digunakan.
Kelebihan:
a. Membutuhkan spesifikasi komputer yang sangat minim dan bisa berjalan dalam komputer pentium I.
b.
Respon cepat
c.
Jarang diserang virus. Hal ini karena kebanyakan virus berjalan di
sistem operasi Windows, sedangkan
software akuntansi ini menggunakan DOS sehingga cukup aman dari virus
d.
Real time maksudya adalah data yang diinput akan segera tersimpan di
dalam database, sehingga bila terjadi pemadaman listrik tiba-tiba saat kita
tengah melakukan proses penginputan data, kita tidak perlu melakukan
penginputan ulang karena data yang sebelumnya kita masukkan akan secara
otomatis tersimpan dalam database.
Kekurangan:
a.
Tampilan masih monokrom (hitam-putih) sehingga memberikan kesan kurang
nyaman pada saat penginputan data.
b.
Memerlukan printer dot matriks dengan harga perawatan printer yang
sangat mahal dan bersuara berisik yang dapat mengganggu kinerja perusahaan.
c.
Hasil cetak biasanya memerlukan kertas khusus untuk printer dot matriks
dan biasanya berukuran besar (A3) yang kurang efisien.
d.
Sangat sulit untuk melakukan upgrade bila perusahaan mengalami
perkembangan usaha.